Saterdag 14 September 2013

Menurut Shapiro (1994) dalam Suparno, P. (1997), paling tidak ada tiga kecenderungan pokok bagaimana orang menjelaskan apa dan bagaimana pengetahuan terbentuk, yaitu :
1.      Pengetahuan adalah fakta
pengetahuan sudah ada sebagai satu fakta atau kenyataan, tinggal menunggu untuk ditemukan. Dengan kata lain bahwa kebenaran ilmiah sudah ada tinggal menunggu untuk dibuka. Bacon dikenal sebagai bapak metoda ilmiah dalam Suparno, P. (1997) menyatakan bahwa sains seolah merupakan suatu kegiatan mengumpulkan pengetahuan obeyektif, yaitu suatu proses induksi lewat pengamatan yang disebut dengan metoda ilmiah.   Untuk membuka kebenaran ilmiah menurut Bacon dalam Suparno, P. (1997)  diperlukan langkah- langkah untuk menemukan pengetahuan adalah sebagai berikut:
a.      observasi
b.      membuat hipotesis
c.       menguji kebenaran hipotesis
d.      menggunakan hipotesis untuk penelitian lebih lanjut
e.      hipotesis yang berlaku umum dan dapat menjelaskan banyak peristiwa, diangkat menjadi hukum.
2.      Pengetahuan merupakan hasil proses pembentukan kita
Pengetahuan bukanlah satu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang telah mempelajarinya. Pengetahuan itu suatu konstruksi orang yang sedang mengetahui dan mengandung suatu proses, bukan fakta yang statis, yang berarti pengetahuan tidak lepas dari orang yang mempelajarinya. Pengetahuan tidak bisa ada begitu saja ada, akan tetapi orang harus menciptakannya sendiri dalam pikirannya.
3.      Perlu skema yang lebih menyeluruh.
Diperlukan skema yang lebih menyeluruh untuk menunjukkan apa yang terjadi apabila konsep yang baru lebih unggul dalam memberikan penjelasan atas suatu kejadian yang sebelumnya hanya dapat dijelaskan sebagian.
A.   Pengertian Konstruktivisme
Model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivis ini memperhatikan dan mempertimbangkan pengetahuan awal siswa yang mungkin diperoleh di luar sekolah (Rustaman, N.Y. dkk, 2003). Disarankan oleh Bell (1993 dalam Rustaman, N.Y. dkk, 2003) agar pengetahuan siswa yang diperoleh dari luar sekolah dipertimbangkan sebagai pengetahuan awal dalam sasaran pembelajaran, karena sangat mungkin terjadi miskonsepsi. Sebaliknya apabila guru tidak mempedulikan konsepsi atau pengetahuan awal siswa, besar kemungkinan miskonsepsi yang terjadi akan semakin kompleks.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld dalam Suparno, P., 1997). Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut, dalam hal ini di bentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu siswa berinteraksi dengan lingkungannya.
Menurut Hoover (2007),  Constructivism's central idea is that human learning is constructed, that learners build new knowledge upon the foundation of previous learning. This view of learning sharply contrasts with one in which learning is the passive transmission of information from one individual to another, a view in which reception, not construction, is key. Yang berarti bahwa Pusat  ide konstruktivisme adalah manusia belajar mengkonstruksi, bahwa murid membangun pengetahuan baru atas dasar pengetahuan sebelumnya. Pandangan pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran pasif yang mana informasi berasal dari satu individu ke lainnya, sebuah pandangan yang tidak mengkonstruksi adalah kuncinya.
Ada dua hal penting disini berkenaan dengan pengetahuan yang dikonstruksi oleh murid. Pertama adalah murid membangun satu pengertian baru dengan menggunakan apa yang sudah mereka ketahui sebelumnya. Dalam hal ini tidak ada ‘tabula rasa’ dimana pengetahuan ‘digoreskan’. Murid akan memasuki suasana pembelajaran dimana pengetahuan yang diterima akan dihubungkan dengan pengalaman yang sudah ada sebelumnya dan pengetahuan yang sudah dimiliki saat ini akan mempengaruhi penerimaan pengetahuan yang baru. Teori ini mengajarkan bahwa seorang anak terlahir ibarat kertas yang sudah ada tulisannya, akan tetapi semua tulisan itu masih kabur atau suram. Tugas guru adalah membantu anak untuk mempertebal tulisan-tulisan yang bersifat baik sehingga kelak dapat berubah menjadi ilmu yang berguna dan budi pekerti yang baik. Sedangkan tulisan yang sifatnya jelek harus dibiarkan agar bertambah suram atau bahkan “menghilang”.

0 opmerkings:

Plaas 'n opmerking