Menurut
Shapiro (1994) dalam Suparno, P. (1997), paling tidak ada tiga kecenderungan
pokok bagaimana orang menjelaskan apa dan bagaimana pengetahuan terbentuk,
yaitu :
1. Pengetahuan
adalah fakta
pengetahuan sudah ada sebagai satu fakta
atau kenyataan, tinggal menunggu untuk ditemukan. Dengan kata lain bahwa
kebenaran ilmiah sudah ada tinggal menunggu untuk dibuka. Bacon dikenal sebagai
bapak metoda ilmiah dalam Suparno, P. (1997) menyatakan bahwa sains seolah
merupakan suatu kegiatan mengumpulkan pengetahuan obeyektif, yaitu suatu proses
induksi lewat pengamatan yang disebut dengan metoda ilmiah. Untuk membuka kebenaran ilmiah menurut Bacon
dalam Suparno, P. (1997) diperlukan
langkah- langkah untuk menemukan pengetahuan adalah sebagai berikut:
a. observasi
b. membuat
hipotesis
c. menguji
kebenaran hipotesis
d. menggunakan
hipotesis untuk penelitian lebih lanjut
e. hipotesis
yang berlaku umum dan dapat menjelaskan banyak peristiwa, diangkat menjadi
hukum.
2.
Pengetahuan
merupakan hasil proses pembentukan kita
Pengetahuan bukanlah satu fakta yang
tinggal ditemukan, melainkan suatu perumusan yang diciptakan orang yang telah
mempelajarinya. Pengetahuan itu suatu konstruksi orang yang sedang mengetahui
dan mengandung suatu proses, bukan fakta yang statis, yang berarti pengetahuan
tidak lepas dari orang yang mempelajarinya. Pengetahuan tidak bisa ada begitu
saja ada, akan tetapi orang harus menciptakannya sendiri dalam pikirannya.
3.
Perlu
skema yang lebih menyeluruh.
Diperlukan skema yang lebih menyeluruh
untuk menunjukkan apa yang terjadi apabila konsep yang baru lebih unggul dalam
memberikan penjelasan atas suatu kejadian yang sebelumnya hanya dapat
dijelaskan sebagian.
A.
Pengertian
Konstruktivisme
Model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan
pandangan konstruktivis ini memperhatikan dan mempertimbangkan pengetahuan awal
siswa yang mungkin diperoleh di luar sekolah (Rustaman, N.Y. dkk, 2003).
Disarankan oleh Bell (1993 dalam Rustaman, N.Y. dkk, 2003) agar pengetahuan
siswa yang diperoleh dari luar sekolah dipertimbangkan sebagai pengetahuan awal
dalam sasaran pembelajaran, karena sangat mungkin terjadi miskonsepsi.
Sebaliknya apabila guru tidak mempedulikan konsepsi atau pengetahuan awal
siswa, besar kemungkinan miskonsepsi yang terjadi akan semakin kompleks.
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita
sendiri (Von Glaserfeld dalam Suparno, P., 1997). Pengetahuan bukan tiruan dari
realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan
merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan
membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan
tersebut, dalam hal ini di bentuk
oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu siswa berinteraksi dengan
lingkungannya.
Menurut Hoover (2007), Constructivism's central idea is that human
learning is constructed, that learners build new knowledge upon the foundation
of previous learning. This view of learning sharply contrasts with one in which
learning is the passive transmission of information from one individual to
another, a view in which reception, not construction, is key. Yang berarti
bahwa Pusat ide
konstruktivisme adalah manusia belajar mengkonstruksi, bahwa murid membangun
pengetahuan baru atas dasar pengetahuan sebelumnya. Pandangan pembelajaran ini
sangat berbeda dengan pembelajaran pasif yang mana informasi berasal dari satu
individu ke lainnya, sebuah pandangan yang tidak mengkonstruksi adalah
kuncinya.
Ada
dua hal penting disini berkenaan dengan pengetahuan yang dikonstruksi oleh
murid. Pertama adalah murid membangun satu pengertian baru dengan menggunakan
apa yang sudah mereka ketahui sebelumnya. Dalam hal ini tidak ada ‘tabula rasa’
dimana pengetahuan ‘digoreskan’. Murid akan memasuki suasana pembelajaran
dimana pengetahuan yang diterima akan dihubungkan dengan pengalaman yang sudah
ada sebelumnya dan pengetahuan yang sudah dimiliki saat ini akan mempengaruhi
penerimaan pengetahuan yang baru. Teori ini mengajarkan bahwa seorang anak
terlahir ibarat kertas yang sudah ada tulisannya, akan tetapi semua tulisan itu
masih kabur atau suram. Tugas guru adalah membantu anak untuk mempertebal
tulisan-tulisan yang bersifat baik sehingga kelak dapat berubah menjadi ilmu
yang berguna dan budi pekerti yang baik. Sedangkan tulisan yang sifatnya jelek
harus dibiarkan agar bertambah suram atau bahkan “menghilang”.
0 opmerkings:
Plaas 'n opmerking