A.
Konstruktivisme
Piaget
Jean Piaget adalah psikolog pertama yang
menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal
dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus
beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian
juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan,
pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif
(mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau
rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan
pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang
terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:
1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang
beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan
lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk
mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap
mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema baru atau karena konsep awal
sudah tidak cocok lagi.
4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga
seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata).
Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju
equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
Bagi Piaget, mengerti adalah proses adaptasi
intelektual. Dengan adanya pengalaman dan ide baru diinteraksikan dengan apa
yang sudah diketahui oleh seseorang yang sedang belajar untuk membentuk
struktur pengertian baru. Menurut Piaget,
dalam pikiran seseorang ada struktur pengetahuan awal (skemata). Setiap
skema berperan sebagai filter dan fasilitator bagi ide dan pengalaman baru.
Skemata mengatur, mengkoordinasikan dan mengintensifkan prinsip- prinsip dasar.
Melalui kontak dengan pengalaman baru, skema dapat dikembangkan dan diubah,
yaitu dengan proses asimilasi dan akomodasi. Bila pengalaman baru masih
bersesuaian dengan skema yang dipunyai seseorang maka skema hanya dikembangkan
melalui proses asimilasi. Bila pengalaman baru sangat berbeda dengan skema yang
ada, sehingga skema lama tidak cocok lagi untuk menghadapi pengalaman
baru, maka skema lama diubah sampai ada
keseimbangan lagi. Proses ini disebut sebagai proses akomodasi. Dengan cara
seperti ini, pengetahuan seseorang selalu berkembang.
Dengan demikian pembelajaran konstruktivisme
berdasarkan pemahaman Piaget, beranggapan bahwa: 1) gambaran mental seseorang
dihasilkan pada saat berinteraksi dengan lingkungannya, 2) pengetahuan yang
diterima oleh seseorang merupakan proses pembinaan diri dan pemaknaan, bukan
internalisasi makna dari luar.
Dalam pembentukan pengetahuan,
Piaget membedakan tiga macam pengetahuan, yaitu : fisis, matematis logis dan
sosial.
1.
Pengetahuan fisis, didapat dari abstraksi seseorang terhadap obyek
secara langsung.
2. Pengetahuan matematis logis, didapat dari abstraksi seseorang terhadap
relasi dan fungsi obyek secara tidak langsung.
3.
Pengetahuan sosial didapat dari interaksi seseorang dengan masyarakat,
lingkungan dan budaya yang ada.
Bagi Piaget, pengetahuan selalu memerlukan pengalaman, baik pengalaman
fisis maupun pengalaman mental.
B.
Konstruktivisme
Vygotsky
Matthews (1994, dalam Suparno,P., 1997) membedakan
dua tradisi besar dari konstruktivisme, yaitu konstruktivisme psikologis dan
sosiologis. Konstruktivisme psikologis bertitik tolak pada perkembangan
psikologis anak dalam membangun pengetahuannya, sedangkan konstruktivisme
sosial lebih leboh mendasarkan pada masyarakat yang membangun pengetahuan.
dengan demikian maka konstruktivisme psikologis terdiri atas : konstruktivisme
personal (Piaget) dan konstruktivisme sosial (Vigotsky) serta konstruktivisme
sosiologis berdiri sendiri.
1. Konstruktivisme
Psikologis Personal
Konstruktivisme psikologis dimulai dari
karya Piaget mengenai bagaimana seorang anak membangun pengetahuan kognitifnya.
Piaget
menekankan aktivitas individual dalam pembentukan pengetahuan. Piaget menyebut
dirinya sendiri epistemolog genetik. Epistemologi genetik menjelaskan
pengetahuan dengan melihat sejarah pembentukannya dan khususnya dasar
psikologis dari pengertian dan operasi yang digunakan dalam mendapatkan
pengetahuannya (Suparno,P., 1997).
Pembelajaran menurut
konstruktivisme personal, memiliki beberapa anggapan (postulat), yaitu: a) Set mental (idea) yang dimiliki peserta didik
mempengaruhi panca indera dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap proses
pembentukan pengetahuan, b) Input yang diterima peserta didik tidak memiliki makna yang tetap, c) peserta didik menyimpan input yang diterima
tersebut ke dalam memorinya, d) input yang tersimpan dalam memori tersebut dapat digunakan lagi untuk
menguji input lain yang baru diterima, e) peserta didik memiliki tanggung jawab terhadap
apa yang menjadi keputusannya.
2. Konstruktivisme
sosiokulturalisme
Vygotsky meneliti pembentukan dan
perkembangan pengetahuan anak secara psikologis. Vygotsky lebih memfokuskan
pada hubungan dialektik antara individu
dan masyarakat dalam pembentukan pengetahuan. Pengertian ilmiah tidak datang
dalam bentuk jadi pada seorang anak, akan tetapi bergantung pada tingkat
kemampuan anak untuk menangkap suatu model pengertian. Dan Vigotsky membedakan
adanya dua pengertian, yaitu pengertian spontan dan pengertian ilmiah.
Pengertian spontan adalah pengertian yang didapat dari pengalaman sehari- hari,
sedang pengertian ilmiah (Formal) adalah pengertian yang didapat dari kelas
(Suparno,P., 1997).
Vygotsky menggunakan istilah ”zo-ped” atau ZPD (zona of Proximal development), yaitu suatu wilayah tempat bertemu
antara pengertian spontan anak dengan pengertian sistematis logis orang dewasa.
Wilayah ini berbeda dari setiap anak dan ini menunjukkan kemampuan anak untuk
menangkap logika dari pengertian ilmiah.
dalam meneliti bahasa anak, Piaget menyipulkan bahwa bahasa anak adalah
egosenris sifatnya. mereka berbicara keras kepada diri sendiri daripada kepada
orang lain. Menurut Vygotsky bahasa merupakan aspek sosial sejak awal,
pembicaraan egosentrik adalah permulaan dari pembentukan inner speech (kemampuan bicara pokok) yang akan digunakan sebagai
alat dalam berpikir. Menurut Vigotsky inner speech berperan dalam pembentukan
pengertian spontan, pengertian sontan ada dua yaitu pengertian dalam dirinya
sendiri dan pengertian untuk yang lain, yang dapat digunakan untuk komunikasi
dengan orang lain (Suparno,P., 1997).
Dalam konstruktivisme sosiokulturalisme
perlunya memperhatikan bahwa :
a. pentingnya
berinteraksi sosial dengan orang- orang yang mempunyai pengetahuan yang lebih
baik
b. aktivitas
mengerti selalu dipengaruhi oleh partisipasi seseorang dalam
praktek-praktek sosial dan kultural
dalam lingkungan belajar
c. perlu
diperhatikan pembentukan pengetahuan dipengaruhi oleh sosiokultural, karena
tidak mungkin memisahkan unsur- unsur sosiokultural dalam pembentukan
pengetahuan.
3. Konstruktivisme
sosiologis
Konstruktivisme sosiologis berpandangan
bahwa pengetahuan merupakan hasil penemuan sosial dan sekaligus merupakan
faktor dalam perubahan sosial. Berger
mendasarkan pengetahuannya pada kenyatan sehari- hari.
Konstruktivisme sosiologis menekankan
pada pengetahuan ilmiah merupakan konstruksi sosial, bukan konstruksi
individual. Suasana lingkungan, masyarakat dan dinamika pembentukan ilmu
pengetahuan sangat penting. Mereka cenderung mengambil fungsi dan peran
masyarakat dalam pembentukan pengetahuan manusia. Ini bertentangan dengan
konstruktivisne radikal, yang beranggapan bahwa pengetahuan seseotang merupakan
konstruksi dari orang itu sendiri, masyarakat tidak memberi andil dalam
pembentukan pengetahuan.
Konstruktivisme
sosial beranggapan bahwa pengetahuan yang dibentuk oleh peserta didik,
merupakan hasil interaksinya dengan lingkungan sosial disekitarnya. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa: 1. pengetahuan dibina oleh manusia, 2. pembinaan
pengetahuan bersifat sosial dan personal, 3. pembina pengetahuan personal
adalah perantara soial dan pembina pengetahuan sosial adalah perantara
personal, 4. pembinaan pengetahuan
sosial merupakan hasil interaksi sosial, dan 5. interaksi sosial dengan yang lain adalah
sebagian dari personal, pembinaan sosial, dan pembinaan pengetahuan bawaan.
Ref:
Ref:
Suparno, P., 1997, Filsafat
Konstruktivisme dalam Pendidikan, Kanisius, Yogyakarta.